Rabu, 22 April 2020

Bagaimana cara mengetahui jenis kulit wajah kita?

Novie Yurlanda


   
   
      Pernah nggak bingung beli produk skincare tapi masih bingung sama tipe kulit wajah?
Bersyukur sekali, Anda berkunjung ke blog ini. 



Berikut cara mudah untuk mengetahui skin type :
1.       Cuci wajahmu seperti biasa (Tanpa Skincare)
2.       Diamkan selama dua jam (seperti biasa)
3.       Siapkan 4 lembar kertas minyak dan letakkan sesuai pada gambar di atas

Cara mengetahui antara lain :
1.  Apabila semua kertas minyak terdapat sedikit minyak atau banyaknya +- sama, maka wajah Anda berpeluang punya normal skin
2.  Apabila semua kertas terisi berminyak, maka kulit wajahmu oily skin
3. Jika hanya kertas minyak bagian T-zone (dahi dan hidung) saja yang berminyak maka Anda memiliki combination skin
4. Jika kertas minyak kalian jatuh (tidak menempel diwajah) sedikit sekali minyak. Maka Anda memiliki dry skin
5.  Terakhir, jika wajah Anda muncul merah – merah maka Anda memiliki kulit sensitive.
Semoga tes yang Anda lakukan berhasil. Share pengalaman Anda lakukan disini dengan cara komen komen. Berbagi itu gratis dan indah, silakan klik tombol share.
Sumber : Quora

Bagaimana cara menghilangkan jerawat?

Novie Yurlanda






Jerawat ialah lemak berlebih yang timbul di wajah. Sebagai wanita, pasti Anda sangat risih. Hal tersebut dapat menganggu penampilan Anda. Genksi dong, apalagi sedang meet up bersama teman atau sedang berada disuatu acara. Berikut ini ulasan (tips) cara menghilangkan jerawat :

1. Bersihkan Wajah
       Bersihkan wajah Anda menggunakan milk cleanser (susu pembersih). Lakukan setiap setelah pulang kerja, kuliah, sekolah atau kegiatan diluar. Aktivitas yang Anda lakukan setiap hari, seperti berkendara atau berjalan diluar, debu yang bertebangan akan menempel diwajah Anda. Namun, tubuh juga memproduksi minyak. Debu dan minyak bercampur diwajah lama kelamaan akan menumpuk. Tumpukan tersebut menutup pori – pori dan dapat menyebabkan wajah Anda berjerawat. Apalagi ditambah Anda menggunakan make up. Anda wajib membersihkan terlebih dahulu. Selain itu, Anda tidak dapat mengandalkan air saja untuk mencuci wajah. Air dan minyak tidak dapat menyatu. Sebelum mencuci, sebaiknya dibersihkan terlebih dahulu wajah Anda menggunakan milk cleanser. Sehingga kotoran yang menempel dapat terangkat dan kulit wajah Anda pun sehat. Produk milk cleanser dapat Anda temukan di market terdekat. Contoh produk seperti merk Viva Milk Cleanser, Bless Cleansing Milk, Mineral Botanica Brightening Cleansing Milk, Clarins Cleansing Milk With Gentian, Wardah Lightening Milk Cleanser, Sariayu Pembersih Milk Cleanser dll.

        2. Mencuci Wajah 
         Mencuci wajah ialah faktor terpenting dan bermanfaat. Mengapa? Karena manfaatnya dapat mengangkat kotoran yang tertumpuk dipori – pori, mengontrol produksi minyak berlebih dan mengangkat sel kulit mati. Step ini tidak hanya mencuci saja. Anda membutuhkan produk facial wash. Seperti kulit badan, saat mandi menggunakan sabun. Begitu pula di wajah. Sebelum membeli produk Anda juga perlu tahu wajah Anda tipe kulit seperti apa https://bit.ly/2VT9tvW. Setelah mengetahui kulit seperti apa. Barulah Anda beli produk yang cocok diwajah. Jangan asal beli, nanti tidak cocok dan bertambah berjerawat. Lakukan pembersihan wajah secara teratur pagi dan malam hari. 

      3. Tisu
      Gunakanlah tisu untuk membersihkan wajah Anda. Mengapa tisu? Jika ingin menggunakan handuk boleh – boleh saja. Akan tetapi handuk yang digunakan apakah bersih?. Tidak semua handuk di cuci 2x sehari. Kuman – kuman yang menempel di handuk lalu digunakan lagi akan berpindah ke wajah. Apalagi handuk yang digunakan handuk dibadan. Logikanya sudah bersih tapi ada kuman. Lebih baik menggunakan tisu, karena tisu sekali digunakan langsung dibuang.

      4. Toner
         Toner sangat penting bagi wajah Anda. Kegunaan toner dapat melembabkan kulit, memperkecil pori pori, menyehatkan dan mengoptimalkan ph kulit.


      5. Serum
        Bagi Anda yang berjerawat, Anda harus memakai serum. Serum untuk menghilangkan bekas jerawat Anda. Jika Anda tidak berjerawat tetapi masih ada bekas. Serum cocok untuk Anda. Selain itu manfaat serum antara lain : Menjadikan kulit lebih kencang dan kenyal, menyamarkan kerutan, mencerahkan dan menutrisi kulit.

      6. Olahraga
         This’s important for your body, but also for your face. Why? Karena dengan berolahraga Anda mengeluarkan keringat. Keringat yang keluar adalah toxic (racun). Anda yang biasanya suka makan makanan yang manis - manis, mie, gorengan dan makanan berlemak, dengan berolahraga akan membantu mengurangi jerawat. Bukan berarti Anda boleh setiap hari memakan makanan yang disebutkan. Lebih baik dikurangi. Olahraga lari lari kecil dapat dilakukan di komplek atau lapangan lingkungan rumah Anda.

Lakukan secara konsisten, jika Anda ingin mendapatkan yang maksimal. Sekian tips cara menghilangkan jerawat. Silahkan tinggalkan jejak digital (komen – komen) atau share ke teman media sosial. Satu jari akan membawa Anda dalam kebaikan.



Kamis, 23 Mei 2013

Senyuman Nenek

Novie Yurlanda

“ Kenapa harus begini?” geramku, kumasukkan catatan fisikaku ke dalam tas.
Ku pikirkan kesalahan itu. Maafkan aku, aku memang manusia yang tak sempurna. Kecerobohan itu bukan aku yang menciptakan. Tolong mengertilah aku! Melihat mereka berkerumunan bersama-sama. Aku ingin seperti itu. Tapi untuk apa? Kamu bakal di cemoohkan lagi Salma. Ingat! Jangan sampai dibodohi lagi. Kenapa kalian mengejekku terus. Bukan aku yang memecahkannya.
“ Salma! Sal! Tunggu aku!”, teriaknya dengan wajah ngos-ngosan menghampiriku. “ Ada apa Helena?”, bingung akan sikapnya berubah drastis. Kenapa dia memanggilku? Apa aku berbuat salah lagi? Ah biarlah.“ Aku pulang sama kamu ya?”, katanya. “ Lho? Nggak jadi pulang sama Jenni?”, tanyaku mengangkat alis.
Di perjalanan, Jenni bercerita panjang lebar. Namun dia tidak pernah mengungkit hal itu. Aku hanya bisa mendengar ceritanya. Cerita tentang pacarnya, tentang gebetan baru, sampai cerita liburan ke Medan dikediaman Tantenya, serta oleh-oleh untuk kawan-kawannya.
Hah? Oleh-oleh? Buatku mana? “Oh, gitu ya?”, komentarku seadanya. Terintimidasi itu sungguh menyebalkan. Bak dipermainkan seperti boneka. Lalu aku teringat kata Bunda, “Manusia yang paling lemah itu adalah orang yang tidak mampu mencari teman. Namun yang lemah dari pada itu ialah orang yang mendapatkan banyak teman tapi menyia-nyiakannya (riwayat Ali bin Abu thalib).”
Aku terus mengayuh sepeda Phoenixku. Kayuhanku semakin kencang. Angin menerpa kerudungku. Sayup-sayup terasa kencang dan aku tak bisa mengendalikan beban pikiran. Lalu, “Brukk!”. Kulirik darimana suara itu berasal.  Seorang nenek jatuh dari sepeda. Langsung kuputar balikkan arah sepedaku menuju ke tempat nenek yang jatuh itu. Langsung kujatuhkan sepedaku ke tanah. “Nenek tak apa?”, tanyaku khawatir seraya mengangkat sepeda nenek dan membantu membangunkannya. “Tak apa, nak. Kamu baik sekali, terima kasih nak. Namamu siapa?”, tanyanya. Senyumnya mengembang melihatku bengong tanpa respon. Pakaian nenek itu sungguh lusuh. Kulihat nenek mengambil koran-koran bekas dan kardus yang berserakan. Koran-koran itu terlalu banyak sehingga membuat nenek jatuh.
Aku pun membantunya memunguti barang-barang rongsokan itu. Setelah selesai kutata rapi, lalu kuikat kembali barang tersebut dibelakang sepeda nenek. “Nak, kapan-kapan mampir ya ke gubuk nenek. Tak jauh kok. Kalau dari sini, kamu lurus aja dan belok kiri. Nah, disitu cuma ada satu rumah dan itulah rumah nenek“, jelasnya ramah. Kembali terlihat ulasan senyum di wajahnya. Aku kembali membalas senyuman itu.
“Nek, nenek!”, ku panggil nenek yang hendak meninggalkanku. “Maaf nek, tadi saya tidak menjawab pertanyaan nenek, nama saya Salma Phonna”, aku hanya melihat nenek itu kembali tersenyum lalu ia kembali mengayuh sepedanya. Aku pun kembali mengambil sepedaku yang ku jatuhkan tadi untuk pulang.
*****
“Salma, bagi jawabannya dong, aku belum siap PeeR nih. Please bantu aku!”, pinta Helena merayu. “Janganlah, aku capek buatnya tau.”, ketusku. “Wah-wah, tega kali dia sama kita. Pelit !”, Helena langsung pergi tanpa menghiraukanku.
Sepanjang hari, aku hanya sendiri tanpa teman. Semua menjauhiku karena mereka menganggapku sebagai cewek egois, pelit, dan pembuat masalah. Dulu hal itu bisa kulupakan sekejap. Namun entah mengapa fikiranku selalu dipenuhi oleh teman, teman dan teman. Salahkah aku yang sepanjang hari mengerjakan PeeR dengan susah payah mengabaikan permintaan mereka yang hanya menulis hasil kerjaku? Hidup mereka santai. Pergi sekolah sudah dapat jawaban tinggal tulis tanpa dapat sanksi. Apakah itu namanya hidup? Hidup perlu usaha agar dapat meraih kesuksesan.
Aku hanya terdiam. Apakah aku seorang pendiam? Tidak, aku hanya sulit menemukan seseorang yang mengerti keadaanku. Berkomunikasi, bersosialisasi dan berbagi. Hufft, selama ini aku baru mengerti, aku harus dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan walaupun itu pahit. Aku akan menanti, karena aku tau badai pasti berlalu. Dulu, aku selalu memberikannya pada mereka. Aku baru tau, mereka mendekatiku disaat genting. Tidak tulus! Sekarang aku acuh tak acuh malah dijauhi dan tidak didekati.
****
                Pagi itu, langkahku terlalu kaku untuk diangkat. Menuju sekolah. Itu adalah hal yang paling tidak kusukai. Lalu, aku teringat perkataan nenek yang kemarin kutolong. “Nak, kapan-kapan mampir ya ke gubuk nenek. Tak jauh kok, kalau dari sini. Kamu lurus aja dan belok kiri. Nah, disitu cuma ada satu rumah dan itulah rumah nenek.“ ­Dengan semangat 45, aku langsung menuju rumah nenek itu. Aku fikir lebih baik aku bolos sekolah hari ini. Setiba dirumah nenek. Aku terkejut melihat rumah nenek itu. Rumah satu-satunya dengan atap rumbia yang begitu tua. Aku tak menyangka nenek itu masih sanggup tinggal dirumah seperti itu. Namun aku tak terlalu memikirkan hal itu. Aku hanya ingin bertemu nenek itu. Setapak kaki baru kulangkahkan. Terlihat seorang berbaju lusuh tertatih-tatih menujuku.
“Nenek!”, teriakku dan langsung kuhampiri sang nenek yang sedang mengangkat kayu bakar. Aku sangat senang membantu nenek kembali, karena senyumannya itu membuat aku semakin bersemangat membantunya. “Salma, ini pisang gorengnya dimakan, jangan sungkan-sungkan! Anggap aja ini rumahmu!”, menyodorkan pisang goreng hangat itu padaku dan kembali merekah senyuman terindahnya. “ Nak, tidak seharusnya kamu lari seperti ini. Haruskah dengan bolos sekolah?”.
“Glek.” Mendengar perkataan nenek langsung aku terperanjat, pisang goreng yang baru setengah ku makan pun jadi buyar, tak selera. “Ada apa?”, nenek itu bertanya. “Tak ada nek, aku hanya merasa kesepian, itu saja”, jawabku singkat.
“Hoho, kecil-kecil sudah kesepian. Semestinya nenek yang mengatakan hal itu. Perhatikan diantara rumah-rumah yang disini, hanya rumah nenek berdiri sendiri. Apakah dia merasakan kesepian?”, menunjukkan rumah-rumah yang ada disekeliling. “Tapi kan, itu hanya rumah nek”, belaku. Nenek hanya terdiam. Aku sangat penasaran akan jawaban nenek. Tiba-tiba selera makanku kembali pulih. Aku kembali mengambil pisang goreng itu.
“Terkadang, ada kalanya manusia itu belajar dari sekelilingnya. Seperti air, tanah, angin, pada rumput-rumput yang bergoyang dan juga padi yang tumbuh subur disini”, jelas nenek sambil memandang langit biru.
“ Kenapa seperti air, tanah, angin, pada rumput-rumput yang bergoyang dan juga padi yang tumbuh subur disini?” Tanyaku penasaran.
“Nak, taukah kamu? Allah menciptakan semua makhluk di dunia ini saling berkaitan dan juga saling memilki ketergantungan. Itulah rahmat. Tanpa air kita tak dapat hidup dan dari air kita dapat mengambil pelajaran. Air mengalir dari tempat yang tinggi ketempat yang rendah. Mengapa? Pada dasarnya ia memang harus mengalir. Dialah benda cair. Padi, semakin berisi ia semakin merunduk. Nah, dari padi juga kita dapat mengambil pelajaran”
“Pesan nenek. Jadilah dirimu sendiri. Penganglah dan yakinlah pada prinsipmu sendiri. Janganlah berperilaku sombong. Contohlah padi yang semakin merunduk karena ilmunya. Kenapa tak boleh berperilaku sombong? Karena sombong adalah sifatnya setan. Mungkin kamu bingung kenapa nenek harus begini? Nak, anggap semua itu adalah rahmat. Mungkin Allah memberikan rahmat kepadamu, kamu mendapat teman seperti itu, kamu dapat belajar karena mereka. Janganlah bersedih. Tak ada masalah didunia ini yang tak dapat terselesaikan. Jalani dan bersikaplah bijaksana dan yang terpenting, tersenyumlah. Karena sebuah senyuman dapat meringankan beban seberat apapun”.
Aku hanya terdiam mendengar penjelasan nenek yang panjang lebar. Sungguh beruntung aku punya teman seperti mereka, tetapi aku tak bisa bergaul dengan baik. Aku baru tau, aku belum pandai menempatkan diri dalam suatu keadaan. Memang aku perlu waktu, itu memang bukan salahku. Untuk apa kufikirkan.
“Nek, nasehat nenek sungguh berharga bagi Salma lho nek. Salma sungguh bersyukur dan bahagia setelah mendengar itu semua”, Jelasku. Aku kembali melahap pisang goreng nenek dan senyumku mulai merekah, nenek pun membalasnya. Kemudian, nenek kembali merapikan koran-koran bekasnya.
****
Setelah satu minggu berlalu, pesan Bunda kembali teringat dibenakku. Aku baru tahu makna dari perkataan Bunda itu. Aku baru dapat menyesuaikan diri. Dan aku juga berterima kasih pada nenek itu. Nenek telah mengajariku tentang kehidupan. Sekarang, aku akan menghadapinya dengan senyuman. Karena tak ada masalah didunia ini yang tidak dapat terselesaikan.
“Sal…”, seseorang menepuk pundakku. “Iya…“, kubalikkan arah badanku. “Helena? Ada apa?” melihatnya wajahku penuh dengan sejuta pertanyaan. “Maafkan aku Salma, aku salah menilaimu. Semestinya aku tau akan sikapku padamu. Aku ingin kamu dapat memaafkanku. Soal kemarin itu, itu salahku. Aku tak sengaja memecahkan guci mamanya Jenni. Maafkan aku, malah kamu yang dituduh, sungguh susah mencari teman yang setia”, Helena menangis tersedu-sedu.
“Ouhh. Itu… Aku udah memaafkan kamu kok. Lagi pula, mamanya Jenni nggak marah kok”, senyumku. “Salma… makasihhh “, merangkul tubuhku. “Tapi, kok kamu bilang sungguh susah mencari teman yang setia, memang apa yang terjadi?”, tanya Salma.“Ouhh., kemarin itu aku dan teman-teman ditraktir. Katanya aku dijemput, lama kutunggu mereka, tapi Jenni mengingkari janjinya, dia malah jemput Lisa”, mata Helena berkaca-kaca hingga air matanya kembali menetes. “Ya sudah nggak usah sedih lagi”, menenangkan Helena.
***
                Sore hari, aku mengambil sepedaku untuk bermain. Terlintas dipikiranku “nenek”. Langsung aku melaju kerumah nenek. Mana rumah nenek? Hilang? Hanya sawah yang dapat kulihat. Tiba-tiba, lewatlah seorang petani membawa cangkul di depanku. “Pak, Pak…!”, panggilku. “Ia, ada apa nak?”, jawab petani itu, paculnya dijatuhkan ketanah.“ Rumah yang disawah ini dimana ya Pak?”, tanganku menunjuk ke arah sawah yang kufikir sebuah rumah seharusnya ada disitu.
“Hah? Rumah? Sepertinya disini tidak ada rumah, disini semua sawah nak”, terang petani itu.
Aku bingung mendengar jawaban bapak itu. Tanpa berpikir panjang  aku langsung membalikkan arah sepeda menuju pulang. Aku hanya bisa tersenyum dan merasa aneh.

Sabtu, 18 Mei 2013

Mutiara Hitam

Novie Yurlanda

­­Setiap  perkataan yang dilontarkan nenek pada Kugi, tetap juga Kugi kecil tak menghiraukannya. Ia asyik dengan mainannya. Nenek terus menyanyikan lagu dikelilingi oleh penasehat dan dayang-dayang di tempat tidur empuknya.
“Sudah kuputuskan, Kugi kecil yang akan mewariskan tahta kerajaan ini, karena ia belum berumur 7 tahun. Tolong bawa dia ke suatu tempat yang jauh. Saat ia berumur 7 tahun baru kau bawa ke Istana”, pesan Nenek secara terbata-bata.
Penasehat Lee dengan perlahan-lahan menulis pesan nenek di bukunya. Nafas nenek terus mendesak. Matanya tertutup rapat. Dayang tanpa perintah dengan sigap memengang tangan nenek. Dayang itu menghempus napas dan mengeleng-gelengkan kepalanya. Perlahan-lahan air mata pun membasahi pipinya.
****
“Tolong bawa Putri Mahkota jauh dari Ibu kota. Aku percayakan padamu”, pesan paman Kugi pada penasehat Lee.
Sementara Kekuasaan Kerajaan dikendalikan oleh Paman Kugi. Puteri Mahkota dibawa ke kota terlarang. Di kota itu ada sebuah istana. Istana itu dibentengi dengan dinding tebal setinggi 12 meter. Hal ini dilakukan untuk mencegah orang biasa masuk. Kugi kecil hanya tertidur selama di istana. Bayi kecil ini tak tahu hal apa yang harus dilakukannya. Ia di istana tanpa sang ibu dan sang ayah. Kugi kecil sungguh merasa kesepian berada di istana terlarang itu. Ia hanya ditemani oleh dayang-dayang. Disaat Kugi kecil menangis, ia diberi susu. Saat ia mengeluarkan kotoran, dengan sigap Dayang membersihkannya. Hal ini terus terjadi sampai Kugi kecil berumur 5 tahun.
Kemana ia pergi, para dayang terus mengikutinya. Jika ia merasa lapar, dengan secepat kilat makanan tersebut terpenuhi. Paman Kugi telah menyiapkan juru masak terhebat untuk menyajikan makanan secepat kilat disaat Puteri Mahkota merasa lapar. Hal ini terus terjadi selama Puteri Mahkota berada di istana terlarang itu.
Inilah tiba saat nya bagi Puteri Mahkota. Umurnya sudah genap 7 tahun. Ia pun kembali ke istana.
“Aku mau manisan. Tolong sekarang kau siapkan gadis gendut”, Kugi dengan kasarnya memerintah dayangnya itu untuk membuat manisan. Sikap Kugi sangat semena-mena pada dayang-dayangnya.
Kugi duduk dengan manis di dalam tandu menunggu manisannya dibawa dayang. Kugi melihat suasana luar. Matahari bersinar dan burung berterbangan diangkasa. Air-air sungai mengalir nan indah dibawah kaki gunung. Bebatuan yang berada di sungai seakan terasa lengkap kehadirannya bagi Kugi. Ia belum pernah melihat hal seperti ini.
****
Baju Puteri Mahkota yang ia pakai sungguh manis dengan perawakan gayanya yang imut. Kulit wajahnya sangat indah. Silau matahari terhalau oleh bajunya saat ia turun dari tandu. Kugi telah disambut oleh anggota besar kerajaan. Namun, raut wajah Kugi terlihat biasa saja.
Suara sorak sorai rakyat terdengar diluar. Kugi hanya melihat sepintas. Ia tak menyapa rakyatnya. Kugi melangkah perlahan-lahan kedalam kerajaan.
Ibu Kugi sangat terharu dan senang melihat anaknya pulang dengan selamat. Sudah 6 tahun 4 bulan ia tak melihat anaknya itu. Ibu Kugi hanya bisa membungkuk saat Kugi datang. Begitu pula sang ayah yang hanya bisa membungkuk dan memandang Kugi masuk.
“Aku lapar, mana dayang gendut. Kau persiapkan makanan sekarang juga. Aku tak sanggup menunggu”, suara Kugi mengelegar membahana.
Keluarga kerajaan terkejut melihat sikap Puteri Mahkota seperti itu. Ia berbeda dengan nenek. Nenek sangat bertata krama. Sopan dan berbicara dengan lemah lembut pada setiap tamu dan juga dayangnya.
****
10 tahun kemudian…
“Aku bosan berada di Istana, aku mau keliling kota. Persiapkan aku tandu”, perintah Puteri Mahkota dengan kasarnya.
“Ibunda Puteri Mahkota datang”, suara dayang berbadan berisi yang terlihat tua.
“Puteri Mahkota, bisakah saya menemani Anda mengelilingi kota ini”, sang Ibu meminta penawaran dengan membungkuk pada Anaknya itu.
Kugi tak berkomentar, ia hanya melirik sinis pada Ibunya. Ia langsung pergi menuju tandu.
“Hei wanita tua, kenapa masih terdiam disitu. Ayo masuk kedalam tandu”, perintah Kugi semena-mena.
Air mata sang ibu hampir saja membasahi pipinya. Mendengar Kugi memerintahnya masuk tandu. Senyum dibibirnya pun terukir. Tergesa-gesa ibu Kugi menuju tandu. Ternyata tandu itu tak mampu menampung badan Kugi yang sangat besar. Terpaksa ibunya menaiki tandu lain.
****
Diperjalan Kugi melihat sejumlah anak-anak bermain kelereng. Kugi turun dari tandu. Ia merasa tertarik pada permainan itu. Terpaksa anak-anak tadi dibawa ke istana untuk ditemani bermain kelereng. Kugi terus mengalami kekalahan.
“Kau curang budak!”, Puteri Mahkota berkata ketus pada anak-anak budak itu.
“Maaf Yang Mulia, kami tidak berlaku curang dalam permainan ini”, sahut anak budak itu dengan tegas.
“Beraninya kau membantah perkataanku”, jerit  Puteri Mahkota yang mukanya merah padam karena baru pertama kali ada orang membantahnya.
“Penjaga, penggal kepala anak ini. Tidak! semua anak ini, kau penggal kepalanya”, Puteri Mahkota memerintah penjaganya itu.
Penjaga tak berani melaksanakan perintah Puteri Mahkota.
“Tak kau laksanakan?! Baiklah biar aku saja memenggal kepalamu”
***
Selama kurun setahun kegiatan memenggal kepala anak-anak terus ia lakukan, sungguh tragis. Puteri Mahkota memakan makanan sambil melihat anak-anak kecil dipenggal.
Hal ini baru diketahui oleh keluarga kerajaan saat para rakyat memberontak di didepan istana. Pemberontakan yang dilakukan oleh rakyat sudah sangat mengkhawatirkan.
Puteri Mahkota tetap santai atas perilakunya.
“Aku ingin kalian bawa pulang aku kembali ke Istana terlarang, aku bosan di sini”, sambil mengunyah buah persik.
“Baiklah Puteri Mahkota. Saat Anda berumur 20 tahun, Anda akan kembali lagi ke istana. Selama disana Anda akan dibentuk kepribadian. Saya akan mengirimkan menteri-menteri kerajaan setelah Anda sampai di kerajaan terlarang nanti”, pesan paman Puteri Mahkota.
****
Keadaan kota sementara akan diamankan oleh para prajurit. Rakyat terus memberontak. Rakyat ingin menuntut Puteri Mahkota. Rakyat ingin memenggal kepalanya. Di perjalanan, perasaan Puteri Mahkota sangat kacau. Ia terus mengerutu. Badannya yang sangat berat membuat para prajurit tak sanggup membawa tandu karena kegaduhan yang dibuat Puteri Mahkota, manusia berpakaian hitam mengikuti dari belakang, ia membawa pedang. Strategi yang dilakukan manusia berpakain hitam itu tercium oleh prajurit. Terjadilah baku hantam antara prajurit dengan manusia berpakaian hitam itu. Pedang yang sangat tajam tak sengaja menghalau tandu. Ternyata pedang itu menusuk perut sang Puteri Mahkota yang sangat besar itu.
Semua prajurit terkejut melihat kejadian yang menimpa sang Puteri Mahkota. Mengetahui hal itu manusia berpakaian hitam itu melarikan diri. Prajurit mengejarnya, tetapi sayang, manusia itu telah menghilang. Nihil jika dicari, keadaan sang Puteri Mahkota sekarat didalam tandu. Puteri Mahkota terpaksa dibawa pulang ke Ibu kota untuk mendapat pertolongan.
***
Pemakaman diadakan pada hari yang sangat panas dan mayat Kugi yang gemuk membengkak sehingga tidak muat dimasukkan dalam sarkofagus yang terbuat dari batu itu. Penutup peti tidak dapat dirapatkan dan ketika petugas pemakaman mendorong perut Kugi yang bengkak, perutnya pecah, seperti balon. Nanah hijau muncrat, membasahi pakaiannya sementara bau busuk memenuhi kapel.

Lentera Cahaya Kunang-Kunang

Novie Yurlanda

          Syauqi terus mempercepat langkah kakinya. Kali ini dia berlari terus tergesa-gesa. Seragam putih merah masih lengkap ditubuhnya. Keringat bercucuran ditubuhnya. Sinar matahari yang kemerah-merahan itu menandakan akan terbenam. Syauqi kembali melirik jam tangannya. “Aduh, bagaimana ini. Aku bakalan kena marah sama Ayah lagi”, celotehnya. Dari kejauhan Syauqi melihat sesosok orang berbaju hitam membuang sampah. Sepertinya sampah itu sangat banyak. Syauqi tak menghiraukan orang itu. Ia terus mempercepat langkahnya menuju rumah.
***
“Assalamu’alaikum “, melepas sepatu dan menaruhnya ditempat penyimpanan sepatu.
“Waalaikumsalam”, yang menjawab salam kali ini adalah saudara perempuannya dan dua orang saudara laki-lakinya.
“Syauqi, kenapa telat sekali kamu pulang? Kamu bermain lagi dengan temanmu ke gunung ya?”, tanya saudara perempuannya.
“Hus hus, jangan gede-gede kali ngomongnya, ketahuan sama Ayah nanti”, bisik Syauqi sambil melepaskan baju putihnya untuk bersiap-siap mandi.
“Tumben ayah belum pulang jam segini”, nada suara saudara perempuan Syauqi mengkhawatirkan.
“Hah! Ayah belum pulang? Alhamdulillah deh”, ujar Syauqi sambil beranjak ke sumur.
****
Semua saudara dan saudari Syauqi gelisah. Mereka menanti-nanti kedatangan Ayah yang tak kunjung tiba. Tapi Ayah tak keliahatan batang hidungnya. Karena Syauqi anak bungsu maka dia dipersilakan makan malam lebih dahulu. Sudah sejam mereka menunggu Ayah. Akhirnya Rian dan Fahmy ikut makan malam juga. Mereka fikir,mungkin malam ini Ayah tak pulang. Berbeda dengan Syifa, dia masih menunggu di depan pagar rumah.
“Kak, aku ikut bang Rian dan bang Fahmy ke tempat ronda malam ya?”, memakai sandalnya dan mengikuti langkah kedua saudara laki-lakinya. Syifa tak berkomentar. Sesampai di pagar, Syifa angkat bicara juga. “ Syauqi, kamu sangat nakal. Sebentar lagi ayah pulang. Aku nggak mau tanggung jawab”, kembali duduk dikursi depan rumah. Syauqi tak menghiraukan perkataan kakaknya. Ia terus mengikuti kedua saudara laki-lakinya. “Nanti jam 9 aku antar dia pulang. Aku yang tanggung jawab”, kata saudaranya yang paling tua, Rian.
Malam yang sangat dingin membuat Syauqi kedinginan karena tak membawa sarung. Hawa dingin seperti ini sangat disukainya karena akan membuatnya pulas. Di pos Siskamling hanya ada tiga orang yang meronda yaitu mereka. Orang kampung tak kelihatan malam ini. Bulan masih sabit, ia perlu berevolusi untuk merubah bentuknya menjadi sempurna. Kembali deru angin malam menghampiri mereka. Syauqi merasa bosan di pos. Ia kembali melakukan hal iseng lagi. Ia mengganggu kedua saudaranya. Namun kedua saudaranya itu tak menghiraukan gurauannya.
Syauqi melihat cahaya kecil dibalik pohon pinus. Ia penasaran pada benda yang bercahaya itu. Cahaya itu menarik simpati Syauqi. Si bungsu Syauqi pun mengerakkan kakinya menuju cahayanya. Ia menangkap cahaya itu. Benda itu makin banyak keluar dari dahan pinus. Ternyata cahaya itu tumbuh dari ekor.
“Kunang-kunang!”, teriak Syauqi. Syauqi asyik bermain dengan kunang-kunang. Namun tak terasa jam telah menunjukkan tepat pukul jam 11 malam. Mereka pun kembali pulang.
****
“ Kenapa telat sekali kalian pulang? Aku sendirian tau. Aku takut”, gerutu Syifa pada kedua saudara laki-lakinya. Syauqi langsung memasuki kamar dan pulas tertidur.
“Ayah belum pulang?” , tanya Fahmy. “Ia, aku sangat khawatir Fahmy”, ujar Syifa dengan tangan gemetar saat memengang gelasnya yang berisi air putih. Syifa merasa ada yang aneh. Selama saudara-saudaranya di pos, ia mendengar suara aneh di balik dapur saat ia melihat, ternyata tak ada orang.
****
Sudah dua malam ayah mereka tak pulang. Sekarang tingkat kekhawatiran Syifa meningkat. Ia tak berani sendirian selama dirumah. Syifa terpaksa ikut saudara-saudaranya ke pos ronda.
“Kak, main kunang-kunang yuk!”, ajak Syaugi sembari menarik tangan Syifa. Mereka berdua asyik bermain kunang-kunang. Mereka berlari-larian menangkap kunang-kunang dan mereka membuat permainan menangkap kunang-kunang. Siapa yang paling banyak menangkap kunang-kunang, maka dialah pemenangnya. Syifa tak kalah hebatnya menangkap kunang-kunang yang berada di antara pohon-pohon pinus dekat bukit.
Mereka terlalu asyik bermain. Tiba-tiba, Syauqi terkejut melihat sesosok yang berbaju hitam. Ia seperti mengenal sosok pria itu. Dia adalah pria yang tak sengaja di lihat oleh Syauqi saat ia buru-buru pulang sore itu. Syauqi sangat penasaran dengan bawaan kantong plastik hitam yang dibawa sosok itu.
“Kak, kesana yuk! Kita tangkap disana, mungkin disana banyak”, ajak Syauqi. Syifa sangat bersemangat mendengar ajakan Syauqi. Syifa juga melihat sesosok orang yang berbaju hitam itu. Syifa mendengar bunyi benda yang dijatuhkan oleh orang itu ke jurang. Namun Syifa tak menghiraukannya.
***
“Wah, rupanya ditempat ini banyak juga ya kunang-kunangnya. Kamu akan kalah Syauqi. Aku mahir menangkapnya“, yakin Syifa. Beberapa menit kemudian, Syauqi mulai mencium bau tak sedap. Lalu ia melihat sebuah benda yang amat menakutinya. “Kepalaaaaa!”, teriak Syauqi.
Syauqi berlari ia terus menghindar dari tempat itu. Kedua saudara laki-lakinya terkejut mendengar adik bungsunya meneriakkan kata kepala. Rian dengan sigap bangun menghidupkan senter. Ia pergi untuk memastikan hal tersebut. Saat ia mengarahkan senter itu ke arah kepala. Mereka berempat mengenali sosok itu.
“Ayahhhh!!!!!”, teriakan mereka membahana ke seluruh penjuru desa. Kepala itu telah busuk dan berkerumunan ulat. Kunang-kunang bercahaya pun mempercepat terbangnya ke arah bukit. Tangis miris memecahkan keheningan di malam yang penuh luka itu.


Rabu, 08 Mei 2013

Menyesal

Novie Yurlanda

                “Aku duluan ya Dara.” kulambaikan tangan pada kawan akrabku. Kakiku terus bergerak cepat hingga niatku berlari sekencang mungkin untuk menghindari hambatan di jalan itu. Jalan menuju sekolahku dekat dengan kuburan. Keadaan sunyi inilah yang paling ku benci karena bulu romaku selalu bangkit memberitahukan sesuatu yang mengerikan.
Itu! ada orang, aku tidak perlu lari lagi.
Kakiku pun mulai menormalkan kecepatan menuju rumah.
                “ Kak Geena!!.” Suara itu terdengar dari kejauhan. Aku mengenalnya.
                “ Naya!.” Kulambaikan tanganku dan kakiku pun mulai bergerak lebih cepat, hatiku ingin cepat-cepat menghampirinya.
                “ Kak Geena! Kamu sudah janji sama Naya mau main sepeda kan?’’
                “ Ya iyalah. Jom! melaju .” kataku seraya mengangkat tangan tanda aku menyetujuinya.
Sesampai di pintu pagar, aku melihat Ayah tergesa-gesa mencari topi dan masker. Ditangannya tergenggam baju yang pendek dan kusam.
“ Naya! Cepat turun dari sepeda.” Teriaknya dengan nada kasar tapi agak terburu-buru.
Hal seperti ini selalu terjadi. Jadi aku harap maklum, namun janjiku dengan Naya belum ku wujudkan. Saat dia sakit seminggu yang lalu, aku berjanji padanya ingin bermain sepeda. Aku ingin membawanya kesuatu tempat. Tempat yang belum pernah ia kunjungi. Apakah janji ini harus ku ingkari ketiga kalinya?! Ah, tidak! Tapi Ayah perlu sepeda untuk pergi sekarang juga. Sebelum semen-semen itu diangkat oleh orang lain. 
“ Ayah…” ku beranikan diri memanggilnya.
Namun dia tidak mengubrisnya. Karena dia sibuk mencari penutup hidung dan topi. Kulihat Roni masih mengikuti gerak-gerik Ayah.
“ Geena! Kamu jaga Roni. Jaga dia, jangan sampai dia menangis.” Kata Ayah terburu-buru mengambil langkah.
“ Iya Ayah, tapi dimana Ayah akan mengangkat semen?!.” Tanyaku dengan harapan melegakan.
“ Ouhh. Ditempat Buk Nidar. Kenapa?!.” Tanya Ayah hendak mengambil sepeda dari tanganku.
Alhamdulillah. Dekat! aku bisa bermain dengan Naya.
“ Geena aja yang antar Ayah ya?, Jawabku hati-hati.
“ Ya sudah… selepas pulang, tolong carikan topi dan bawa kesana.”
Aku mengiyakan. Langsung aku duduk di belakang Ayah.
“ Naya… tolong carikan topi Ayah.”teriakku.
“Seep kak!.” Dia berlari kecil menunjukkan jempol.
****
             “ Sudah kau temukan Naya?!” Tanyaku. Tanganku menaruh sepeda Phoenix hitam merah.
             “ Ini kak baru kutemukan. Jom kita kesana!” senyumnya merekah.
Saat itu hati ku seperti merasakan hal aneh. Namun aku terlampau senang melihat senyum Naya. Tapi bagaimana dengan Roni. Akankah aku membawanya juga. Jika ku pergi dengan Naya. Roni sendirian.
“ Kakak…” suara Roni membangunkanku dari lamunan. Dia memengang bajuku erat-erat. Sepertinya ia tahu aku dengan Naya akan pergi bermain.
“ Jomlah kak.” Ajak Naya lagi.
“ Nay… Roni gimana?! kita titip sama siapa dia?! Aku tak mau lagi kena benda itu di kulitku.” kulirik betis yang dipenuhi garis kebiru-biruan.
“Biarkan saja dia. Toh, nanti dia masuk sendiri kedalam.” Jawab Naya penuh hasrat ingin balas dendam pada Roni. Roni si bungsu sangat disayang dan dimanja oleh Ayah. Naya sangat iri pada Roni.
“Hiks hiks.” Suara tangis Roni mulai terdengar.
“Ya sudah bawa saja dia.” Ketus ku.
Langsung ku ambil phoenix hitam merah tanpa keranjang itu.
Sebelum ku balik arah sepeda itu menuju rumah Buk Nidar. Aku merasa ada hal aneh. Akan terjadi sesuatu lagi. Bahkan lebih buruk lagi daripada sebelumnya. Apakah ini akhir dari sebuah kebahagiaan?!
Lamunanku, sontak membuat ku kaget. Naya meminta duduk di depan sepeda. Dia tak ingin di bonceng di belakang. Biar saja Roni yang dibelakang. Toh, Roni itu nggak ngeluh.
Akhirnya aku menurut padanya.
Diperjalanan, Naya terus bercanda, candaannya sungguh membuat ku geli mendengarnya.
Tanpa ku sadari Roni juga mengajakku berbincang.
Namun aku tidak terlalu memperhatikannya, karena aku ingin mendengar kisah lucu Naya.
“ Kakak… kakak… kakak…” panggil Roni penuh harapan akan jawabanku.
Saat itu jari sepeda di belakang terasa ada sesuatu benda tersangkut.
“Sakittt…aaaaa. kakak .” keluh Roni.
“Naya turun sekarang!.” Bentakku.
Sepeda terjatuh. Roni masih terduduk di sepeda. Ia tidak bisa dilepaskan. Kakinya tersangkut jari-jari sepeda.
Saat itu aku kalap!.
Bagaimana ini?!
Saat itu aku hampir tiba di rumah Buk Nidar. Terpaksa ku panggil Ayah. Ayah saat itu, mukanya merah padam. Ia tak mengubris. Aku tak tau mengapa ia tak mengubrisnya. Ia terus mengangkat semen. Seakan tak terjadi apa-apa. Aku mulai pasrah.

Roni bertahanlah!

Aku terus menangis… Bahkan Naya sangat shock ia tak tau berbuat apa-apa. Seorang pemuda yang tak ku kenal menolong Roni. Tanpa pria itu kaki Roni masih tersangkut. Pendarahan dikakinya sungguh dahsyat. Yaallah! Kaki nya telihat tulang. Aku membopongnya ke rumah. Tenagaku telah habis terkuras, seakan jarak rumah masih jauh. Aku Ingin berhenti.

Tidak! Aku harus membawa nya pulang.

Alhasil. Aku mendapat tamparan itu lagi di wajahku ini tanpa kena benda itu. Sayang, Naya terus menerus dirajam oleh Ayah. Naya tidak memperlihatkan kesakitannya. Kuputuskan pada Ayah, biarlah aku yang menerima hukuman itu. Fakta nya aku yang salah.

Sungguh sakit!

Bayangan itu tiba-tiba sirna sekejap.
                “ Kak… tolong ambilkan tongkat ku sebentar.” Pinta Roni.

Maafkan aku Roni. Aku bukan kakak terbaikmu. Kamu bukan lagi manusia kaya. Tapi kamu miskin. Miskin kaki, karena ku, sekarang kau telah cacat. Naya maafkan kakakmu ini.

Inginku memanggil mereka berdua, ingin ku peluk mereka berdua. Aku berlari kecil menuju mereka. Tidak! Aku tidak bisa menyentuh mereka. “Naya… Ron… Ron, kakak datang menjenguk kalian.” Kata ku pasrah tanpa jawaban.

“Kak.. jadikan kita berkunjung kemakam kak Geena?!.” Tanya Roni dengan tatapan polosnya.
Naya tersenyum “ jadi.”

Aku hanya bisa melihat mereka berjalan menuju makamku.


Senin, 11 Maret 2013

Kipas Kesayangan Mama

Novie Yurlanda

          “ Mama, buka jendelanya “ kata bungsu dengan rengekan khasnya.
         “Sudah malam, banyak nyamuk Bungsu sayang.” Tutur Mama, kipas masih tergenggam lekat di tangan untuk mengipas-ngipas Bungsu.
Bunyi dentingan jam dan suara hiruk pikuk jalan membuat tidur malam Bungsu terganggu.
         “Ma… beli kipas.” Tutur Bungsu dalam bayang-bayang mimpi.
Sang Mama mengernyit mendengar permintaan anak nya itu.

***
                Mata Bungsu bengkak lagi, semalam ia hanya sempat tidur 2 jam. Panasnya malam membuat nya susah tertidur. Bungsu hanya bisa terlelap di ruangan kelas dekat pojokan. Reflek, Lisa menghentak-hentakkan tubuhnya Bungsu. Sehingga menyadarkan Bungsu dari bunga malam  yang belum sempurna. Pintu terbuka, baju batik hiasan manik-manik bunga di hijabnya membuka awal pelajaran di pagi ini.
                Bungsu terdiam.
                Teriknya siang hari membakar kulit Bungsu . Bungsu ingin memulihkan gerah nya secepat mungkin agar ia bisa tidur dengan nyaman.
                “ Assalamualaikum. Ma Bungsu pulang!.”
                “ Waalaikumsalam.” Suara terlalu kecil terdengar di balik pintu.
                Mata Bungsu terasa agak lain, ingin menangis di rangkulan Sang Mama. Namun sayang Mama nya sudah terlelap tidur dengan putaran angin listrik itu. Hanya terlihat Winda kakaknya di balik pintu yang membuka kan pintu.
              “ Hore!! KIPAS!!!.” Bungsu langsung menerobos masuk tanpa memedulikan sepatu nya yang masih terpakai itu.
                Bungsu langsung pulas di bawah pusaran angin listrik erat memeluk Mamanya.
“ Ma…” Bungsu memanggil Mamanya.  Mamanya sedang sibuk menyiapkan sarapan pagi sehingga panggilan bungsu tak di hiraukan.
Bungsu berdiri di samping kursi.
“ Ma ma!” bentak Bungsu , raut muka nya berbeda.
“Hufft… ada apa sayang?! Pagi-pagi panggil Mama. Bungsu nggak liat Mama lagi masak buat Bungsu dan Kakak? . Sekarang Bungsu mandi. “ tegas Mama yang sibuk dengan pancinya.
“Oh iya Bungsu, kipas itu di jaga baik-baik ya… Mama nggak mau kipasnya sampai rusak”  Bungsu tidak menghirau kan perkataan Mama nya.
*** 
“ih… bungsu ini lah masak kamu seharian memonopoli kipas nya. aku pengin juga lah “ tegas winda menarik kipas yang berada di depan TV.
“ ahhh…. Kakak, aku dulu panas tau!”. Bentak Bungsu memonyongkan bibir nya.
“ Ga tau.. pokok nya kakak mau tidur pake kipas titik!” Langsung menarik kipas.
Ini pertama kali nya Bungsu mengalah pada Winda. Bungsu langsung menonton kembali TV dan tak mau menghirau kan Winda.
****
“ Mama panas!” teriak Bungsu
“ Arahin kesini dong kipas nya, aku juga panas tau.” Geram kakak tak kalah hebat nya dengan Bungsu.
Sudah seminggu Bungsu dan Kakak nya beradu mulut. Menjelang malam, pulang sekolah dan tidur siang. Mereka tidak habis-habis nya beradu mulut mempermasalahkan arah kipas nya. Namun  Mama tidak menunjukkan sikap apapun pada kedua anak itu. Kipas berwarna putih itu adalah kipas kesayangan Mama dari kecil. Mama bersusah payah pulang ke rumah nenek untuk mengambil nya.Winda dan Bungsu masih saja berseteru memperebutkan kipas putih itu.
Mama datang dengan muka memelas. Namun Winda tak menghiraukan dan mengadu pada Sang Mama “ Ma.. liat Bungsu, dia ga mau ngalah ini ma, aku belum semalam pun tidur pake kipas ini.”
“ Kalian ini ya, selama ada kipas selalu berantem. Memperebutkan arah kipas, Mama ga mau dengar lagi kalian beradu mulut, malam ini Mama sita kipas angin nya titik.” Mengambil kipas angin dibawa keruang TV.
Winda dan Bungsu hanya terdiam melihat Mama melontarkan kata sita. Tanpa kipas, malam mereka sangat buruk. Begitu pula dengan Bungsu, ia kembali bergadang  dan tidur nyeyak yang diimpi-impikan hancur lebur. Bungsu langsung kekamar membenamkan kepalanya di bantal hingga air matanya membasahi pipinya sedangkan Winda seperti biasa ia sanggup menahan panas ia masuk kamar dan tidak menghiraukan Bungsu.
*** 
                Sudah 3 hari, kipas masih ditangan Mama, Bungsu tidak berani berkutik. Ia hanya bisa diam termanggu. Mama masih tertidur pulas. Dari kejauhan Bungsu keluar dari rumahnya ia melihat sesosok wanita berkerudung putih, badannya bungkuk Bungsu sangat familiar pada wanita itu.
            “Nenek!” berlari menghampiri nenek nya dari kejauhan.
“Retno… ibu kesini hanya mau mengambil kipas kembali” tutur nenek.
“wah ibu.. bukannya ibu tidak memerlukan kipas ini lagi?! Ini kan kipas kesayangan retno dari kecil” kata retno menyodorkan pisang goreng hangat pada Nenek.
“Bukan begitu retno, kipas yang baru dibeli sama abah mu sudah rusak, abah mu meminta balik kipas ini, karena ia tak sanggup tahan panasnya malam.” Membuka awal cerita nya pada Sang Mama.
Sang Mama hanya terdiam, kipas pun di bawa pulang Nenek, Bungsu kembali merana.
             “ Nggak da kipas malam ini dan selamanya.” Kata Bungsu.
****  
“ Ma… kipas lagi.” Kata bungsu pada Mama nya. Mata Mamanya sudah tertutup namun kipas ditangan masih mengipas-ngipas Bungsu. Bungsu matanya melek terdengar bisikan arah kejauhan.
“ Besok kita akan beli kipas baru, hanya untuk Mama.” Tutur Mama dengan nada setengah sadar.

Coprights @ 2020, Blogger Templates Designed By Templateism | Distributed By ToraBatch