Sabtu, 18 Mei 2013

Mutiara Hitam

Novie Yurlanda

­­Setiap  perkataan yang dilontarkan nenek pada Kugi, tetap juga Kugi kecil tak menghiraukannya. Ia asyik dengan mainannya. Nenek terus menyanyikan lagu dikelilingi oleh penasehat dan dayang-dayang di tempat tidur empuknya.
“Sudah kuputuskan, Kugi kecil yang akan mewariskan tahta kerajaan ini, karena ia belum berumur 7 tahun. Tolong bawa dia ke suatu tempat yang jauh. Saat ia berumur 7 tahun baru kau bawa ke Istana”, pesan Nenek secara terbata-bata.
Penasehat Lee dengan perlahan-lahan menulis pesan nenek di bukunya. Nafas nenek terus mendesak. Matanya tertutup rapat. Dayang tanpa perintah dengan sigap memengang tangan nenek. Dayang itu menghempus napas dan mengeleng-gelengkan kepalanya. Perlahan-lahan air mata pun membasahi pipinya.
****
“Tolong bawa Putri Mahkota jauh dari Ibu kota. Aku percayakan padamu”, pesan paman Kugi pada penasehat Lee.
Sementara Kekuasaan Kerajaan dikendalikan oleh Paman Kugi. Puteri Mahkota dibawa ke kota terlarang. Di kota itu ada sebuah istana. Istana itu dibentengi dengan dinding tebal setinggi 12 meter. Hal ini dilakukan untuk mencegah orang biasa masuk. Kugi kecil hanya tertidur selama di istana. Bayi kecil ini tak tahu hal apa yang harus dilakukannya. Ia di istana tanpa sang ibu dan sang ayah. Kugi kecil sungguh merasa kesepian berada di istana terlarang itu. Ia hanya ditemani oleh dayang-dayang. Disaat Kugi kecil menangis, ia diberi susu. Saat ia mengeluarkan kotoran, dengan sigap Dayang membersihkannya. Hal ini terus terjadi sampai Kugi kecil berumur 5 tahun.
Kemana ia pergi, para dayang terus mengikutinya. Jika ia merasa lapar, dengan secepat kilat makanan tersebut terpenuhi. Paman Kugi telah menyiapkan juru masak terhebat untuk menyajikan makanan secepat kilat disaat Puteri Mahkota merasa lapar. Hal ini terus terjadi selama Puteri Mahkota berada di istana terlarang itu.
Inilah tiba saat nya bagi Puteri Mahkota. Umurnya sudah genap 7 tahun. Ia pun kembali ke istana.
“Aku mau manisan. Tolong sekarang kau siapkan gadis gendut”, Kugi dengan kasarnya memerintah dayangnya itu untuk membuat manisan. Sikap Kugi sangat semena-mena pada dayang-dayangnya.
Kugi duduk dengan manis di dalam tandu menunggu manisannya dibawa dayang. Kugi melihat suasana luar. Matahari bersinar dan burung berterbangan diangkasa. Air-air sungai mengalir nan indah dibawah kaki gunung. Bebatuan yang berada di sungai seakan terasa lengkap kehadirannya bagi Kugi. Ia belum pernah melihat hal seperti ini.
****
Baju Puteri Mahkota yang ia pakai sungguh manis dengan perawakan gayanya yang imut. Kulit wajahnya sangat indah. Silau matahari terhalau oleh bajunya saat ia turun dari tandu. Kugi telah disambut oleh anggota besar kerajaan. Namun, raut wajah Kugi terlihat biasa saja.
Suara sorak sorai rakyat terdengar diluar. Kugi hanya melihat sepintas. Ia tak menyapa rakyatnya. Kugi melangkah perlahan-lahan kedalam kerajaan.
Ibu Kugi sangat terharu dan senang melihat anaknya pulang dengan selamat. Sudah 6 tahun 4 bulan ia tak melihat anaknya itu. Ibu Kugi hanya bisa membungkuk saat Kugi datang. Begitu pula sang ayah yang hanya bisa membungkuk dan memandang Kugi masuk.
“Aku lapar, mana dayang gendut. Kau persiapkan makanan sekarang juga. Aku tak sanggup menunggu”, suara Kugi mengelegar membahana.
Keluarga kerajaan terkejut melihat sikap Puteri Mahkota seperti itu. Ia berbeda dengan nenek. Nenek sangat bertata krama. Sopan dan berbicara dengan lemah lembut pada setiap tamu dan juga dayangnya.
****
10 tahun kemudian…
“Aku bosan berada di Istana, aku mau keliling kota. Persiapkan aku tandu”, perintah Puteri Mahkota dengan kasarnya.
“Ibunda Puteri Mahkota datang”, suara dayang berbadan berisi yang terlihat tua.
“Puteri Mahkota, bisakah saya menemani Anda mengelilingi kota ini”, sang Ibu meminta penawaran dengan membungkuk pada Anaknya itu.
Kugi tak berkomentar, ia hanya melirik sinis pada Ibunya. Ia langsung pergi menuju tandu.
“Hei wanita tua, kenapa masih terdiam disitu. Ayo masuk kedalam tandu”, perintah Kugi semena-mena.
Air mata sang ibu hampir saja membasahi pipinya. Mendengar Kugi memerintahnya masuk tandu. Senyum dibibirnya pun terukir. Tergesa-gesa ibu Kugi menuju tandu. Ternyata tandu itu tak mampu menampung badan Kugi yang sangat besar. Terpaksa ibunya menaiki tandu lain.
****
Diperjalan Kugi melihat sejumlah anak-anak bermain kelereng. Kugi turun dari tandu. Ia merasa tertarik pada permainan itu. Terpaksa anak-anak tadi dibawa ke istana untuk ditemani bermain kelereng. Kugi terus mengalami kekalahan.
“Kau curang budak!”, Puteri Mahkota berkata ketus pada anak-anak budak itu.
“Maaf Yang Mulia, kami tidak berlaku curang dalam permainan ini”, sahut anak budak itu dengan tegas.
“Beraninya kau membantah perkataanku”, jerit  Puteri Mahkota yang mukanya merah padam karena baru pertama kali ada orang membantahnya.
“Penjaga, penggal kepala anak ini. Tidak! semua anak ini, kau penggal kepalanya”, Puteri Mahkota memerintah penjaganya itu.
Penjaga tak berani melaksanakan perintah Puteri Mahkota.
“Tak kau laksanakan?! Baiklah biar aku saja memenggal kepalamu”
***
Selama kurun setahun kegiatan memenggal kepala anak-anak terus ia lakukan, sungguh tragis. Puteri Mahkota memakan makanan sambil melihat anak-anak kecil dipenggal.
Hal ini baru diketahui oleh keluarga kerajaan saat para rakyat memberontak di didepan istana. Pemberontakan yang dilakukan oleh rakyat sudah sangat mengkhawatirkan.
Puteri Mahkota tetap santai atas perilakunya.
“Aku ingin kalian bawa pulang aku kembali ke Istana terlarang, aku bosan di sini”, sambil mengunyah buah persik.
“Baiklah Puteri Mahkota. Saat Anda berumur 20 tahun, Anda akan kembali lagi ke istana. Selama disana Anda akan dibentuk kepribadian. Saya akan mengirimkan menteri-menteri kerajaan setelah Anda sampai di kerajaan terlarang nanti”, pesan paman Puteri Mahkota.
****
Keadaan kota sementara akan diamankan oleh para prajurit. Rakyat terus memberontak. Rakyat ingin menuntut Puteri Mahkota. Rakyat ingin memenggal kepalanya. Di perjalanan, perasaan Puteri Mahkota sangat kacau. Ia terus mengerutu. Badannya yang sangat berat membuat para prajurit tak sanggup membawa tandu karena kegaduhan yang dibuat Puteri Mahkota, manusia berpakaian hitam mengikuti dari belakang, ia membawa pedang. Strategi yang dilakukan manusia berpakain hitam itu tercium oleh prajurit. Terjadilah baku hantam antara prajurit dengan manusia berpakaian hitam itu. Pedang yang sangat tajam tak sengaja menghalau tandu. Ternyata pedang itu menusuk perut sang Puteri Mahkota yang sangat besar itu.
Semua prajurit terkejut melihat kejadian yang menimpa sang Puteri Mahkota. Mengetahui hal itu manusia berpakaian hitam itu melarikan diri. Prajurit mengejarnya, tetapi sayang, manusia itu telah menghilang. Nihil jika dicari, keadaan sang Puteri Mahkota sekarat didalam tandu. Puteri Mahkota terpaksa dibawa pulang ke Ibu kota untuk mendapat pertolongan.
***
Pemakaman diadakan pada hari yang sangat panas dan mayat Kugi yang gemuk membengkak sehingga tidak muat dimasukkan dalam sarkofagus yang terbuat dari batu itu. Penutup peti tidak dapat dirapatkan dan ketika petugas pemakaman mendorong perut Kugi yang bengkak, perutnya pecah, seperti balon. Nanah hijau muncrat, membasahi pakaiannya sementara bau busuk memenuhi kapel.

Novie Yurlanda / Author & Editor

Has laoreet percipitur ad. Vide interesset in mei, no his legimus verterem. Et nostrum imperdiet appellantur usu, mnesarchum referrentur id vim.

1 komentar:

  1. D bkar aja tu myatnya... Gx rpot2 lg kn.... Jgn cba2 d buang k laut ya...nnti pda mti smua ikanny....
    :-D

    BalasHapus

Coprights @ 2020, Blogger Templates Designed By Templateism | Distributed By ToraBatch