Rabu, 08 Mei 2013

Menyesal

Novie Yurlanda

                “Aku duluan ya Dara.” kulambaikan tangan pada kawan akrabku. Kakiku terus bergerak cepat hingga niatku berlari sekencang mungkin untuk menghindari hambatan di jalan itu. Jalan menuju sekolahku dekat dengan kuburan. Keadaan sunyi inilah yang paling ku benci karena bulu romaku selalu bangkit memberitahukan sesuatu yang mengerikan.
Itu! ada orang, aku tidak perlu lari lagi.
Kakiku pun mulai menormalkan kecepatan menuju rumah.
                “ Kak Geena!!.” Suara itu terdengar dari kejauhan. Aku mengenalnya.
                “ Naya!.” Kulambaikan tanganku dan kakiku pun mulai bergerak lebih cepat, hatiku ingin cepat-cepat menghampirinya.
                “ Kak Geena! Kamu sudah janji sama Naya mau main sepeda kan?’’
                “ Ya iyalah. Jom! melaju .” kataku seraya mengangkat tangan tanda aku menyetujuinya.
Sesampai di pintu pagar, aku melihat Ayah tergesa-gesa mencari topi dan masker. Ditangannya tergenggam baju yang pendek dan kusam.
“ Naya! Cepat turun dari sepeda.” Teriaknya dengan nada kasar tapi agak terburu-buru.
Hal seperti ini selalu terjadi. Jadi aku harap maklum, namun janjiku dengan Naya belum ku wujudkan. Saat dia sakit seminggu yang lalu, aku berjanji padanya ingin bermain sepeda. Aku ingin membawanya kesuatu tempat. Tempat yang belum pernah ia kunjungi. Apakah janji ini harus ku ingkari ketiga kalinya?! Ah, tidak! Tapi Ayah perlu sepeda untuk pergi sekarang juga. Sebelum semen-semen itu diangkat oleh orang lain. 
“ Ayah…” ku beranikan diri memanggilnya.
Namun dia tidak mengubrisnya. Karena dia sibuk mencari penutup hidung dan topi. Kulihat Roni masih mengikuti gerak-gerik Ayah.
“ Geena! Kamu jaga Roni. Jaga dia, jangan sampai dia menangis.” Kata Ayah terburu-buru mengambil langkah.
“ Iya Ayah, tapi dimana Ayah akan mengangkat semen?!.” Tanyaku dengan harapan melegakan.
“ Ouhh. Ditempat Buk Nidar. Kenapa?!.” Tanya Ayah hendak mengambil sepeda dari tanganku.
Alhamdulillah. Dekat! aku bisa bermain dengan Naya.
“ Geena aja yang antar Ayah ya?, Jawabku hati-hati.
“ Ya sudah… selepas pulang, tolong carikan topi dan bawa kesana.”
Aku mengiyakan. Langsung aku duduk di belakang Ayah.
“ Naya… tolong carikan topi Ayah.”teriakku.
“Seep kak!.” Dia berlari kecil menunjukkan jempol.
****
             “ Sudah kau temukan Naya?!” Tanyaku. Tanganku menaruh sepeda Phoenix hitam merah.
             “ Ini kak baru kutemukan. Jom kita kesana!” senyumnya merekah.
Saat itu hati ku seperti merasakan hal aneh. Namun aku terlampau senang melihat senyum Naya. Tapi bagaimana dengan Roni. Akankah aku membawanya juga. Jika ku pergi dengan Naya. Roni sendirian.
“ Kakak…” suara Roni membangunkanku dari lamunan. Dia memengang bajuku erat-erat. Sepertinya ia tahu aku dengan Naya akan pergi bermain.
“ Jomlah kak.” Ajak Naya lagi.
“ Nay… Roni gimana?! kita titip sama siapa dia?! Aku tak mau lagi kena benda itu di kulitku.” kulirik betis yang dipenuhi garis kebiru-biruan.
“Biarkan saja dia. Toh, nanti dia masuk sendiri kedalam.” Jawab Naya penuh hasrat ingin balas dendam pada Roni. Roni si bungsu sangat disayang dan dimanja oleh Ayah. Naya sangat iri pada Roni.
“Hiks hiks.” Suara tangis Roni mulai terdengar.
“Ya sudah bawa saja dia.” Ketus ku.
Langsung ku ambil phoenix hitam merah tanpa keranjang itu.
Sebelum ku balik arah sepeda itu menuju rumah Buk Nidar. Aku merasa ada hal aneh. Akan terjadi sesuatu lagi. Bahkan lebih buruk lagi daripada sebelumnya. Apakah ini akhir dari sebuah kebahagiaan?!
Lamunanku, sontak membuat ku kaget. Naya meminta duduk di depan sepeda. Dia tak ingin di bonceng di belakang. Biar saja Roni yang dibelakang. Toh, Roni itu nggak ngeluh.
Akhirnya aku menurut padanya.
Diperjalanan, Naya terus bercanda, candaannya sungguh membuat ku geli mendengarnya.
Tanpa ku sadari Roni juga mengajakku berbincang.
Namun aku tidak terlalu memperhatikannya, karena aku ingin mendengar kisah lucu Naya.
“ Kakak… kakak… kakak…” panggil Roni penuh harapan akan jawabanku.
Saat itu jari sepeda di belakang terasa ada sesuatu benda tersangkut.
“Sakittt…aaaaa. kakak .” keluh Roni.
“Naya turun sekarang!.” Bentakku.
Sepeda terjatuh. Roni masih terduduk di sepeda. Ia tidak bisa dilepaskan. Kakinya tersangkut jari-jari sepeda.
Saat itu aku kalap!.
Bagaimana ini?!
Saat itu aku hampir tiba di rumah Buk Nidar. Terpaksa ku panggil Ayah. Ayah saat itu, mukanya merah padam. Ia tak mengubris. Aku tak tau mengapa ia tak mengubrisnya. Ia terus mengangkat semen. Seakan tak terjadi apa-apa. Aku mulai pasrah.

Roni bertahanlah!

Aku terus menangis… Bahkan Naya sangat shock ia tak tau berbuat apa-apa. Seorang pemuda yang tak ku kenal menolong Roni. Tanpa pria itu kaki Roni masih tersangkut. Pendarahan dikakinya sungguh dahsyat. Yaallah! Kaki nya telihat tulang. Aku membopongnya ke rumah. Tenagaku telah habis terkuras, seakan jarak rumah masih jauh. Aku Ingin berhenti.

Tidak! Aku harus membawa nya pulang.

Alhasil. Aku mendapat tamparan itu lagi di wajahku ini tanpa kena benda itu. Sayang, Naya terus menerus dirajam oleh Ayah. Naya tidak memperlihatkan kesakitannya. Kuputuskan pada Ayah, biarlah aku yang menerima hukuman itu. Fakta nya aku yang salah.

Sungguh sakit!

Bayangan itu tiba-tiba sirna sekejap.
                “ Kak… tolong ambilkan tongkat ku sebentar.” Pinta Roni.

Maafkan aku Roni. Aku bukan kakak terbaikmu. Kamu bukan lagi manusia kaya. Tapi kamu miskin. Miskin kaki, karena ku, sekarang kau telah cacat. Naya maafkan kakakmu ini.

Inginku memanggil mereka berdua, ingin ku peluk mereka berdua. Aku berlari kecil menuju mereka. Tidak! Aku tidak bisa menyentuh mereka. “Naya… Ron… Ron, kakak datang menjenguk kalian.” Kata ku pasrah tanpa jawaban.

“Kak.. jadikan kita berkunjung kemakam kak Geena?!.” Tanya Roni dengan tatapan polosnya.
Naya tersenyum “ jadi.”

Aku hanya bisa melihat mereka berjalan menuju makamku.


Novie Yurlanda / Author & Editor

Has laoreet percipitur ad. Vide interesset in mei, no his legimus verterem. Et nostrum imperdiet appellantur usu, mnesarchum referrentur id vim.

1 komentar:

  1. Alur yg sgt bgus...
    Mngkin klo tngkat pnyesalannya d tngkat lgi..
    Akn lbh bgus....
    :-)

    BalasHapus

Coprights @ 2020, Blogger Templates Designed By Templateism | Distributed By ToraBatch